PT Industri Nuklir Indonesia (Persero), atau INUKI, merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang bergerak di bidang teknologi nuklir. Perusahaan ini awalnya bernama PT Batan Teknologi (Batantek), dibentuk oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1990. Pada tahun 2014, Batantek resmi berubah nama menjadi INUKI. Perusahaan ini memiliki peran penting dalam produksi elemen bahan bakar nuklir dan radioisotop untuk keperluan medis dan industri.
Penghentian Operasi Sejak 2022
Masalah Kepemilikan Aset dan Lahan
INUKI menghentikan kegiatan produksinya sejak Juni 2022. Salah satu alasan utama penghentian ini adalah masalah administratif terkait status lahan fasilitas produksi. Lahan yang digunakan sejak era Batantek tidak pernah dialihkan secara kepemilikan kepada INUKI dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Akibatnya, INUKI harus membayar tagihan sebesar Rp 7,2 miliar untuk periode 2015-2021. Pembayaran ini dilakukan oleh INUKI pada Desember 2022 kepada BRIN.
Pencabutan Izin Operasional oleh BAPETEN
Pada 18 April 2023, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mencabut izin operasional INUKI. Pencabutan ini didasarkan pada hasil pengawasan yang menunjukkan bahwa fasilitas INUKI tidak memenuhi persyaratan keselamatan operasi. Meskipun demikian, Direktur Utama INUKI, R. Herry, menegaskan bahwa pencabutan izin tersebut merupakan prosedur administratif pasca-berhentinya produksi, bukan disebabkan oleh pelanggaran terhadap regulasi keselamatan atau teknis.
Sengketa Pengalihan Aset dengan BRIN
Proses Pengalihan Aset
Menindaklanjuti permintaan BRIN pada Maret 2022 agar aset INUKI dialihkan untuk kebutuhan kawasan tertutup khusus untuk riset dan inovasi nuklir berbasis reaktor dan akselerator, INUKI merespons dengan menyiapkan proses hibah berdasarkan restu dari Kementerian BUMN. Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero) selaku induk holding INUKI menyetujui pemindahtanganan aktiva tetap dan persediaan INUKI kepada BRIN pada Oktober 2024. Total nilai aset yang akan diserahkan ke BRIN mencapai Rp 20,9 miliar, termasuk persediaan bahan nuklir senilai Rp 6,4 miliar.
Penolakan BRIN dan Ketidakpastian
Namun, pada tahap selanjutnya, BRIN mencabut pernyataan kesediaan penerimaan aset tersebut. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam penyelesaian permasalahan pengalihan aset. Menurut Herry, BRIN mencabut permohonan pengalihan aset karena jumlah aset yang diterima tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan untuk dekontaminasi limbah, yang diperkirakan mencapai Rp 70 miliar.
Dampak dan Langkah Selanjutnya
kegiatan produksinya sejak Juni 2022. Salah satu alasan utama penghentian ini adalah masalah administratif terkait status lahan fasilitas produksi. Lahan yang digunakan sejak era Batantek tidak pernah dialihkan secara kepemilikan kepada INUKI dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Akibatnya, INUKI harus membayar tagihan sebesar Rp 7,2 miliar untuk periode 2015-2021. Pembayaran ini dilakukan oleh INUKI pada Desember 2022 kepada BRIN
Komitmen terhadap Keselamatan dan Kepatuhan
INUKI berkomitmen terhadap prinsip 3S (Safety, Security, dan Safeguards) sebagai bagian dari budaya kerja dan standar operasional, serta memastikan seluruh aktivitasnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam rangka kepatuhan terhadap ketentuan teknis, INUKI telah menjalani pra-inspeksi dari BAPETEN, dan hasil evaluasi menyatakan bahwa kondisi fasilitas dinyatakan baik.
Fokus pada Pengembangan Radiofarmaka
Ke depan, setelah seluruh proses pengalihan aset diselesaikan, INUKI akan kembali memfokuskan diri pada pengembangan dan produksi radiofarmaka, sejalan dengan core business Holding BUMN Farmasi. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi sektor kesehatan dan industri di Indonesia. Menindaklanjuti permintaan BRIN pada Maret 2022 agar aset INUKI dialihkan untuk kebutuhan kawasan tertutup khusus untuk riset dan inovasi nuklir berbasis reaktor dan akselerator, INUKI merespons dengan menyiapkan proses hibah berdasarkan restu dari Kementerian BUMN. Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero) selaku induk holding INUKI
Kesimpulan
Penghentian operasi PT Industri Nuklir Indonesia (INUKI) disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah administratif terkait kepemilikan lahan, pencabutan izin operasional oleh BAPETEN, dan ketidakpastian dalam proses pengalihan aset dengan BRIN. Meskipun menghadapi tantangan tersebut, INUKI tetap berkomitmen untuk mematuhi regulasi yang berlaku dan berencana untuk fokus pada pengembangan radiofarmaka di masa depan.
Langkah-langkah yang diambil oleh INUKI dan pihak terkait diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk memastikan keberlanjutan dan kontribusi positif perusahaan dalam bidang teknologi nuklir di Indonesia.